Recent Posts

Wednesday, May 31, 2017

Kisahku



Cukup lama aku terdiam, hingga akhirnya aku berada dibalik jendela dan berkaca.
Aku mulai bertanya pada diriku disisi yang berbeda. Tapi, aku tak mendapatkan jawaban apa-apa.

 Aku yang berada pada sisi yang berbeda itu, nyatanya hanya menirukan apa yang aku tanyakan padanya. Rasanya begitu sesak,layaknya terhimpit dikelamnya langit senja. Ketika anganku sendiri bahkan pun tertahan untuk bersua.

Entah sejak kapan, aku merasa diriku disisi yang lain itu mulai menatapku dengan tatapan kikuk dan sayupan mata. Padahal aku baru saja ingin bercerita tentang indahnya aurora.
Pffts..
Lamban detik jarum jam bersamaan dengan degupan jantungku, mengisyarakan waktu yang terus berjalan. Melemahkan langkahku yang kini mulai tertahan. Sekilas aku melihatnya tersenyum, sepertinya dia menyembunyikan sesuatu yang tak bisa diungkapkan.
Memang mengecewakan, tapi aku mulai menyukaimu dan itu dimulai dari saat ini. Tapi, ketika aku menjauh dari jendela tempatku berkaca, dirimu juga seolah mulai pergi.
Apakah ini caramu untuk membuatku menyerah, dan mengisyaratkan diri bahwa akulah yang bersalah ?
Asal tau saja aku tak akan mengalah. . .
Karenamu aku mulai mencoba bertanya pada bulan yang nyaris sirna. Namun tak ada jawaban yang nampak di pelupuk netra.
Yaa.. akhirnya dirimu benar-benar pergi, meninggalkanku sendiri. Tanpa kata tanpa reaksi, tanpa pesan tuk terakhir kali.
Bulan yang kala tadi nyaris sirna, saat ini mengintip dari sisi jendela yang berbeda. Dia terlihat agak sendu, sambil sesekali melempar senyum merayu. Seolah tahu  gundahku.
Tak usahlah merayuku, jika tanyaku pun tidak kau jawab.
Kecewa, bulanpun ikut pergi diiringi langit gelap yang menutup berjuta bintang. . .
Akhirnya aku harus sendiri, diantara celah dimensi yang mulai menyeringai.
Aku berharap diriku yang lain, mulai keluar dari kaca jendela kamarku. Aku berharap agar dia bisa disini bersama, dan selalu menemaniku.
Rasanya aku akan mati, terbunuh oleh suatu penantian. Menantikan diri disisi berbeda yang mulai mencampakanku. Di persimpangan masa silam, dan terpusarakan oleh liang kehampaan.
Cukup sampai disini saja.
Aku telah terlahir dari kehampaan. Akupun telah berusaha mempelajari nafas, meski diawali kepedihan. Aku melangkah, berjalan, dan berlari di risalah kematian. Mencoba tuk menjadi seseorang yang menyatu dengan alam.
Sepiku melewati batas angan dan asa di rantaian ronta luka.
Karenanya, sudah tak kudapati rasa yang dulu menggebu.
Ketika ingin adalah sebuah keharusan. Selayaknya awan yang menggenggam hujan.
Yah...
Aku ingin agar dirimu berada di setiap kumelangkahkan kakiku.
Karena aku tak ingin dirimu hanya berada dalam sisi kaca jendela kamarku, sekedar mengikuti tingkah lakuku.
Aku bahkan berharap, agar aku tahu cara untuk mengeluarkanmu dari sisi itu.
Jadi, aku pun tak usah bersusah payah untuk mendekati kaca jendelaataupun kaca lainnya agar bisa bertemu denganmu.
Kenapa?
Sebab, aku telah benar-benar jenuh, sakit, dan cukup untuk dikecewakan.
Aku butuh dirimu untuk menemani setiap hariku.
Seperti halnya yang lain, aku pun butuh sebuah pelukan yang penuh kehangatan. Aku butuh bahumu untuk bersandar sekaligus menguatkanku. Aku butuh senyumanmu yang mampu menghapus lukaku. Aku butuh tenangmu yang mampu meredakan amarahku.
Aku membutuhkanmu saat ini juga, bagaimanpun keadaannya.
Yaa.. Aku benar-benar membutuhkan dirimu, dirimu yang adalah diriku. Namun bertolak belakang dengan aku yang diketahui  oleh mereka.
Mereka, sekumpulan orang yang merasa paham akan diriku.
Mereka yang bahkan menganggapku hanya sebagai beban nama yang terlupa. Sekedar bayang yang tak terlihat, apalagi tertangkap oleh seseorang. Mereka menganggap bahwa hadirku selalu samar dan tak nyata.
aku pun menyadari, bahwa aku juga adalah sepi. Sepi yang tak pernah ingin didapati.
Bahkan aku pun menjadi kenyataan pahit dalam serpihan mimpi.
Mungkin inilah uraian, mengapa aku membutuhkan diriku pada sisi yang berbeda.

0 comments:

Post a Comment